BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan komplek serta semakin bertambahnya
stressor psikososial akibat budaya masyarakat yang cenderung lebih sekuler,
menyebabkan manusia tidak dapat
menghinddari tekanan-tekanan hidup yang mereka alami ([Prabandari et
al,1997). Kondisi kritis ini membawa dampak
terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental-emosional
manusia(Hidayat,2000)
Kondisi di atas dapat
menyebabkan timbulnya penyakit gangguan jiwa dalam tingkat ringan maupun
berat yang memerlukan penanganan di
rumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa di rimah sakit jiwa umum.seperti
halnya perilaku kekerasan.
Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart dan Sandeen,1995).
Yang apabila
tidak ditangani dengan segera bisa membahayakan bagi orang lain maupun pasien.
B. TUJUAN
a. Agar mahasiswa mengetahui seluk
beluk tentang perilaku kekerasan
b. Agar mahasiswa mengetahui
cara mengkajii dan membuat askep jiwa(perilaku kekerasan)
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan
defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak
harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996).Ekspresi
marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh
karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung. Sedangkan menurut
Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid
III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari
individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”. Kemarahan yang
ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu
hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif
pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui
tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2. Penyebab
Menurut
Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan
status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1.
Frustasi,
sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak
berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui statusnya.
3. Rentang respons marah
Respons
kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti,
melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal
mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman
dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun
masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung
untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari
orang lain.
e.
Mengamuk
adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
4. Proses Marah
Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins,
Williams, 1986, dalam Keliat, 1996,
Melihat gambar di
atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif.Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,
dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan
pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik
atau agresif dan ngamuk.
5. Gejala marah
Kemarahan
dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada
juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul
pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
a. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut
nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon
tinggi.
b. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar,
frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
c. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri,
bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan
antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada
keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik
gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan
juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku
yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping
itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku
yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan
kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
7. Mekanisme koping
Mekanisme
koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33). Kemarahan merupakan
ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme
koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
(Maramis, 1998, hal 83)
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang
mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai
kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya
bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan
biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
8. Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
4 tahapan yaitu :
Pengkajian,perencanaan/intervensi,pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan
keterampilan professional tenaga keperawatan.Proses keperawatan adalah cara
pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide
pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi,
dinamis dan ilmiah.Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
(Keliat, dkk, 1996)
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
1.
Pengumpulan
data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual.
a) Aspek biologis
Respons
fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi
yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu
yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian
besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya
diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi
interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang
lain.Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
lain.Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan,
nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.Dari uraian tersebut di
atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara
singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :Aspek fisik terdiri dari :muka merah,
pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak
aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
2.
Klasifiaksi
data
Data
yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara
lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
3.
Analisa
data
Dengan
melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab
sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat
ditentukan diagnosa keperawatan.
4.Pohon masalah
a) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
b) Perilaku kekerasan
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun
kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri
rendah.
III Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan
tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam
melakukan intervensi yang tepat. Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana
tindakan keperawatan pada diagnosa :
a.
Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain
/ lingkungan.
Tujuan khusus :
1)
Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
2)
Klien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3)
Klien
dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4)
Klien
dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5)
Klien
dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6)
Klien
dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7)
Klien
dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8)
Klien
dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9)
Klien
dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1) Bina hubungan saling percaya.
Salam
terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan
non verbal, bersikap empati.
Rasional
: Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan
perasaannya.
Rasional
: Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel /
kesal
Rasional
: pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat
jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional
: mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk
intervensi.
6) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien
melakukannya.
7) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
8) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan
yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
9) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
10) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara
baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
11) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional
: mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
12)Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik :
tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b.Secara verbal :
katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara
marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua,
sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah
mengontrol kemarahan klien.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri
rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku
kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang
positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
dan kemampuannya.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih
dimiliki klien.
3. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi
penilaian negatif.
Rasional
: pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan
dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat
digunakan.
6. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa
diperhatikan.
8. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit.
Rasional
: agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang
dimiliki.
9. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih.
Rasional :
mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
11. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
Rasional
: tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon
koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
12. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional :
meningkatkan harga diri klien.
13. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
14. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional
: meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
15. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat.
Rasional
: meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga
diri rendah.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan
defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1. Frustasi,
2. Hilangnya harga
3. Kebutuhan akan status dan prestise
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul
pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
a) Perubahan fisiologik
b) Perubahan emosional
c) Perubahan perilaku .
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
a) Sublimasi
b) Proyeksi
c) Represi
d) Reaksi formasi
e) Displacement
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dadang
Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta
2.
Depkes
RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
3.
Depkes
RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.
Keliat
Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.
5.
Keliat
Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
6.
Keliat
Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.
Rasmun,
2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.
Stuart,
GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.
Townsend
C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10. WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa,
penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar